URGENSI MENGENAL ALLAH DARI 3 SISI; PERBUATAN ALLAH, PERIBADAHAN KEPADANYA DAN NAMA-NAMANYA YANG INDAH
Manusia
adalah salah satu dari berbagai jenis makhluk ciptaan Allah Ta’ala1.
Penamaan manusia dengan kata “makhluk” merupakan bentuk bantahan bagi sebagian
orang yang meyakini bahwa Tuhan itu tidak ada. Mereka meyakini bahwa seluruh
kejadian di alam semesta ini terjadi secara kebetulan tanpa ada yang mencipta. Kata “makhluk” adalah bentuk serapan dari
Bahasa Arab yang artinya “sesuatu yang diciptakan”. Kata “makhluk” adalah
bentuk objek (maf’ul bih) dari kata kerja (fi’il) khalaqa yang artinya
menciptakan. Dari sisi bahasa saja sudah dapat membantah pemikiran
sesat tersebut, apalagi dari sisi logika dan dalil dari Al-Qur’an serta hadits
Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Sebagai
makhluk, manusia sepantasnya mengenal siapa yang menciptakannya. Mengenal Allah
sebagai pencipta adalah salah satu bentuk ibadah yang paling besar. Karena
salah satu masalah yang akan ditanyakan di dalam kubur nanti adalah “siapa
Rabb-mu?”. Akan menjadi aib jika seorang muslim tidak mengenal Rabb-nya.
Oleh karena
itu mengenal Allah menjadi perkara yang sangat penting bagi manusia, karena
tujuan penciptaan manusia tidak lain adalah beribadah hanya kepada Allah semata,
sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ
وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku Ciptakan Jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”.
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
a.
Mengenal Allah dari Sisi
Perbuatan Allah Ta’ala
Sebagai Pencipta, Allah Ta’ala memiliki kehendak dan perbuatan. Di antara
bentuk kehendak dan perbuatan Allah adalah mencipta, mengatur alam semester,
memberi rizki, menurunkan hujan, memberi jodoh dan anak, menghidupkan dan
mematikan. Ayat-ayat al-qur’an yang menyebutkan tentang perbuatan dan kehendak
Allah sangat banyak. Seluruh perbuatan dan kehendak Allah ini dikenal dengan Rububiyah
Allah Ta’ala. Dalil tentang adanya rububiyah Allah terdapat di dalam QS. Yunus:
31,
قُلۡ مَن يَرۡزُقُكُم
مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أَمَّن يَمۡلِكُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَمَن
يُخۡرِجُ ٱلۡحَيَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَيُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَيِّ وَمَن
يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۚ فَسَيَقُولُونَ ٱللَّهُۚ
“Tanyakanlah (Muhammad), Siapakah yang memberi kalian rizki dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan sesuatu yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan sesuatu yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Niscaya mereka (orang kafir quraisy) akan menjawab Allah.”
Seorang manusia dapat mengenal Allah
dengan melihat tanda-tanda Kauniyah Allah yang merupakan makhluk ciptaan-Nya,
seperti adanya malam, siang, matahari, rembulan, bintang, tumbuh-tumbuhan dan
binatang. Jika manusia sudah merenungi ayat-ayat kauniyah ini, maka dia akan
tahu bahwa Allah lah yang menciptakannya, dengan demikian dia telah mengenal
rububiyah Allah Ta’ala.
b.
Mengenal Allah dari sisi peribadahan
kepada-Nya
Sebagai pencipta, secara otomatis Allah memilik hak penghambaan dari para
mahkluk ciptaan-Nya, termasuk jin dan manusia. Seorang hamba tidak boleh
memalingkan hak penghambaan ini kepada selain Allah, baik kepada para malaikat,
nabi, wali, pohon keramat, kuburan, patung dan sebagainya. Hak penghambaan ini
dikenal juga sebagai hak peribadahan. Sehingga dapat dipahami bahwa seorang
hamba tidak boleh memalingkan atau memindahkan tujuan ibadahnya kepada selain
Allah, baik ibadah yang tampak (dzohir) ataupun ibadah yang tersebunyi
(bathin), seperti shalat, zakat, puasa, haji, tawakkal, istigatsah (meminta
prtolongan dalam keadaan terjepit), isti’anah (meminta pertolongan dalam
keadaan lapang) dan meminta syafaat2.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah3 memberikan
definisi, ibadah yaitu sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai
dan diridhai oleh Allah, berupa ucapan dan perbuatan baik yang nampak ataupun
tersembunyi. Ibadah dzahir yaitu ibadah yang dapat ditangkap oleh panca indera,
seperti shalat, zakat, haji, puasa dan sebaginya. Adapun ibadah bathin yaitu
ibadah yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, seperti tawakkal,
tawaddhu, khusuk, sabar dan sebagainya. Hak peribadahan untuk Allah ini dikenal
dengan hak uluhiyah Allah Ta’ala. Dalil tentang adanya hak uluhiyah bagi
Allah adalah QS. Yunus: 18, yang artinya,
وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ
مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا
عِندَ ٱللَّهِۚ
“Dan mereka beribadah kepada selain Allah (yaitu) apa yang tidak bisa memberikan keburukan dan manfaat bagi mereka, dan mereka mengatakan semua itu (yang mereka ibadahi selain Allah) adalah pemberi syafaat kami di sisi Allah.”
c.
Mengenal Allah dengan
nama-namaNya yang indah
Allah Ta’ala memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang mulia.
Diantara nama Allah yaitu Ar-Rahman, Ar-rahim, Al-Malik dan nama-nama yang
lain. Allah Ta’ala memiliki nama yang tidak terhitung jumlahnya, tetapi yang
wajib diketahui berjumlah 99 nama. Dalil yang menunjukkan bahwa Allah memiliki
nama yang indah adalah QS. Al-A’raf: 180, yang artinya,
وَلِلَّهِ
ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ
“Dan Allah memiliki
nama-nama yang indah, maka berdoalah dengannya.”
Dibolehkan
bagi seseorang untuk berdoa dengan perantara nama-nama Allah yang Indah, karena
nama-nama Allah bukanlah makhluk. Adapun berdoa dengan perantara mahkluk,
seperti nabi, orang shalih, malaikat dan makhluk-makhluk yang dianggap suci lainnya
maka ini dilarang. Dalilnya adalah QS. Az-zumar: 3.
Jika seorang hamba telah mengetahui atau mengenal Allah dengan tiga sisi
ini maka dia telah menjadi seorang muslim yang sebenarnya, yaitu muslim yang
diinginkan oleh syariat islam.
Catatan kaki:
Referensi:
1. Matan Qowaidul Arba (Syaikh Muhammad At-Tamimi)
2. Kitab Syarah Tsalatsatul Ushul (Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Komentar
Posting Komentar